TIMES BLORA, PANGANDARAN – Tahun 2024 menjadi titik balik sekaligus alarm keras bagi dunia konservasi satwa liar. International Union for Conservation of Nature and Natural Resources (IUCN) resmi menaikkan status keterancaman Banteng Jawa (Bos javanicus) menjadi Critically Endangered atau Sangat Terancam Punah kategori tertinggi sebelum suatu spesies dinyatakan punah di alam liar.
Keputusan dari organisasi global yang menyusun Red List of Threatened Species ini menjadikan Banteng Jawa, salah satu ikon satwa Asia Tenggara, berada pada kondisi kritis yang membutuhkan intervensi konservasi segera dan berkelanjutan.
Saat dihubungi dalam kegiatan Penguatan Reintroduksi Banteng Jawa di Cagar Alam Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Kepala Bidang Wilayah III Ciamis Balai Besar KSDA Jawa Barat, Achmad Arifin S.Hut., M.Si, mengungkapkan bahwa status baru ini bukan sekadar predikat, namun representasi dari ancaman nyata yang menggerogoti populasi banteng di berbagai belahan Asia.
Sejumlah jajaran Balai Besar KSDA Jawa Barat, Bidang Wilayah III Ciamis saat melakukan kunjungan ke Cagar Alam Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Selasa (2/12/2025). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Arifin menjelaskan, penurunan populasi banteng secara global telah mencapai lebih dari 80 persen dalam dua dekade terakhir, dan kini diperkirakan hanya sekitar 3.300 ekor tersisa di alam.
“Kategori Critically Endangered merupakan tingkat keterancaman tertinggi sebelum spesies dinyatakan punah di alam liar,”ungkapnya, Selasa (2/12/2025) petang.
Tiga ancaman utama mendorong penurunan dramatis ini adalah perburuan liar untuk daging dan tanduk, hilangnya habitat akibat deforestasi, perluasan pertanian, dan fragmentasi hutan dan bencana alam yang mempengaruhi kawasan jelajah banteng di Asia Tenggara.
Data IUCN turut menyoroti penurunan signifikan pada beberapa subpopulasi kunci, seperti dataran timur Kamboja dan hutan hujan Sabah, Malaysia, yang selama ini menjadi habitat penting bagi banteng Asia.
Di tengah krisis global tersebut Arifin menyebut Indonesia tidak tinggal diam. Balai Besar KSDA Jawa Barat (BBKSDA Jabar) mengambil langkah strategis melalui program reintroduksi Banteng Jawa di Cagar Alam Pananjung Pangandaran, sebuah kawasan legendaris yang historisnya pernah menjadi salah satu rumah terbesar bagi spesies ini.
Sejarah panjang konservasi banteng di Pananjung menjadi bukti bahwa upaya pelestarian bukan perjalanan singkat:
- 1922: Y. Eycken melakukan reintroduksi awal 4 ekor banteng sebagai upaya menjadikan Pananjung kawasan taman buru.
- 1934 : Dilakukan introduksi lanjutan sebanyak 60–80 ekor.
- 1979 : Populasi mencapai puncak: 90 ekor.
- 1982 : Letusan Gunung Galunggung menghancurkan sumber pakan dan habitat, menyebabkan populasi anjlok.
- 2003 : Populasi tinggal 1 ekor jantan.
- 2023 : Banteng dinyatakan punah di alam Pananjung Pangandaran.
Dengan sejarah pasang-surut tersebut, Pananjung menjadi lokasi yang paling tepat dan penuh nilai sejarah untuk mengembalikan Banteng Jawa ke habitat alam liarnya.
Seorang petugas saat mengawasi seekor banteng (Bos javanicus) dalam sebuah kandang di Cagar Alam Taman Wisata Alam Pananjung Pangandaran, Selasa (2/12/2025). (FOTO: Harniwan Obech/TIMES Indonesia)
Momentum penting terjadi pada Desember 2024, ketika Menteri Kehutanan RI melepasliarkan empat ekor Banteng Jawa di Padang Rumput Cikamal, CA Pananjung Pangandaran.
Keempat indukan tersebut berasal dari tiga lembaga konservasi nasional:
1. Taman Safari Indonesia Bogor
- Uchi – betina
2. Taman Safari Indonesia Prigen
- Bindi – betina
3. Taman Safari Indonesia Gianyar (Bali Safari & Marine Park)
- Bejo – jantan
- Senta – jantan
Mereka ditempatkan di Pusat Reintroduksi Banteng Jawa Pangandaran yang memiliki luas sekitar 5 hektare.
Sebanyak 9 petugas lapangan bertugas melakukan pemantauan intensif yang mencakup pemberian pakan dan nutrisi, pemeriksaan kesehatan, pemantauan siklus birahi, persiapan padang gembala dan habitat dan perawatan sarana prasarana monitoring.
Dua Anak Banteng Lahir di Pananjung pada 2025
Setelah proses adaptasi dan reintroduksi yang ketat, buah keberhasilan mulai terlihat. Hingga akhir 2025, dua anak Banteng Jawa lahir di Pananjung:
- Minggu, 27 Juli 2025
- Anak dari Uchi
- Nama: Eksploitasia
- Kamis, 7 Agustus 2025
- Anak dari Bindi
- Nama: Haruni
Kelahiran ini menjadi tonggak penting, menandai kembalinya pertumbuhan populasi Banteng Jawa di habitat Pananjung setelah puluhan tahun absen. Bagi para konservasionis, dua anak ini adalah simbol harapan baru.
BBKSDA Jawa Barat menekankan bahwa keberhasilan reintroduksi tidak akan terjadi tanpa kolaborasi berbagai pihak. Program ini melibatkan Kementerian Kehutanan / BBKSDA Jawa Barat, Taman Safari Indonesia, Star Energy Geothermal Darajat II Limited (dukungan pendanaan & teknis), Pemerintah Kabupaten Pangandaran dan masyarakat lokal dan media.
Model kolaborasi ini menjadi contoh bahwa konservasi satwa liar bukan hanya tanggung jawab lembaga pemerintah, tetapi merupakan kerja kolektif seluruh elemen masyarakat.
Meski menunjukkan hasil positif, program reintroduksi banteng tetap menghadapi berbagai tantangan teknis dan ekologis. diantaranya Kesehatan Satwa, dimana pemeriksaan rutin harus dilakukan untuk mencegah penyakit zoonosis dan degeneratif.
Kemudian Adaptasi Perilaku dimana Banteng harus beradaptasi dengan perilaku liar seperti mencari pakan alami dan mengenali predator serta ketersediaan Pakan alami menjadi kunci agar banteng tidak tergantung pada suplai manusia.
Keamanan Habitat pun menjadi Ancaman seperti predator, bencana alam, hingga potensi interaksi manusia-satwa harus diantisipasi serta Sarana Pemantauan Pengawasan jangka panjang memerlukan teknologi dan sumber daya manusia yang mumpuni.
BBKSDA Jawa Barat menurut Arifin kini tengah menyiapkan standar tata kelola reintroduksi serta prototipe laporan digital yang mampu memantau kondisi setiap individu banteng secara real-time sebuah inovasi yang memungkinkan respons cepat dalam situasi darurat.
Harapan Baru: Banteng Jawa sebagai Penjaga Ekosistem Pangandaran
Kelahiran Eksploitasia dan Haruni menjadi sinyal kuat bahwa reintroduksi banteng di Pananjung berada di jalur yang benar. Ke depan, diharapkan populasi banteng dapat berkembang menjadi komunitas yang stabil, mampu menjaga keseimbangan ekosistem, dan mengembalikan fungsi ekologis Pananjung sebagai habitat alami mereka.
Bagi Indonesia, keberhasilan ini bukan hanya pencapaian konservasi.
Ini adalah pesan bagi dunia bahwa spesies yang hampir hilang masih bisa diselamatkan ketika upaya jangka panjang, kerja kolaboratif, dan komitmen ilmiah dijalankan secara konsisten.
Dan bagi generasi mendatang, keberhasilan ini memastikan bahwa mereka masih dapat melihat Banteng Jawa satwa karismatik yang menjadi bagian penting dari kekayaan alam Nusantara hidup bebas di rimba asalnya. (*)
Artikel ini sebelumnya sudah tayang di TIMES Indonesia dengan judul: Menjaga Banteng Jawa Penjaga Rimba dari Ambang Kepunahan di Cagar Alam Pangandaran
| Pewarta | : Harniwan Obech |
| Editor | : Ronny Wicaksono |